Potret Pierre Terjanian, Direktur dan CEO baru Museum of Fine Arts Boston, mengenakan jas resmi di depan latar koleksi seni.

Pierre Terjanian: Kepemimpinan Visioner di Museum Seni Terkemuka Dunia

Boston, April 2025 — Museum of Fine Arts (MFA) Boston memasuki babak baru dengan menunjuk Pierre Terjanian sebagai direktur dan CEO yang baru. Terpilih melalui proses seleksi internasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, Terjanian adalah figur internal yang telah menunjukkan rekam jejak luar biasa dalam bidang kuratorial dan konservasi. Keputusan ini dipandang sebagai langkah berani dan strategis yang mengedepankan keberlanjutan serta stabilitas institusional.

Potret Pierre Terjanian, Direktur dan CEO baru Museum of Fine Arts Boston, mengenakan jas resmi di depan latar koleksi seni.
Pierre Terjanian resmi menjabat sebagai Direktur dan CEO Museum of Fine Arts Boston mulai Juli 2025. (Sumber: MFA Boston)

Penunjukan Internal: Pilar Keberlanjutan dan Kepercayaan Institusional

Pemilihan Terjanian bukan hanya didasarkan pada prestasi akademik dan profesionalnya, tetapi juga pada kepercayaan yang telah ia bangun di antara staf dan komunitas museum. Sejak menjabat sebagai Kepala Urusan Kuratorial dan Konservasi pada tahun 2024, ia telah memimpin lebih dari 175 staf di 17 departemen dan mengelola lebih dari 500.000 objek seni.

Sebagai direktur dan CEO baru, ia akan memimpin 543 staf dan bertanggung jawab penuh atas arah strategis museum. Pendekatan berbasis kolaborasi yang ia terapkan terbukti memperkuat kohesi institusi, yang diapresiasi oleh dewan pengawas museum serta berbagai pemangku kepentingan.

Latar Akademik dan Profesional: Fondasi Multidisiplin dan Visi Global

Pierre Terjanian memiliki latar belakang pendidikan sejarah dari Université de Metz dan University of California, Berkeley, serta gelar magister manajemen dari HEC Paris. Pendidikan multidisiplin ini mempersenjatai dirinya dengan kemampuan memadukan kepekaan historis dan pendekatan manajerial.

Sebelum bergabung dengan MFA, ia berperan penting di Museum Seni Philadelphia dan Metropolitan Museum of Art (Met), di mana ia mengepalai koleksi senjata dan baju zirah. Ia juga memimpin Departemen Seni Dekoratif Eropa Pra-1700 dan menjadi ketua gugus tugas penanganan COVID-19 di Met, memperlihatkan ketangguhannya dalam menghadapi krisis institusional.

Ia berhasil menggalang lebih dari $100 juta dalam bentuk karya seni, hibah, dan warisan, serta memimpin proyek digitalisasi 16.000 objek seni. Melalui publikasi esai digital yang berorientasi pada akses publik, ia membuka jalan baru bagi demokratisasi pengetahuan sejarah seni.

Baca Selengkapnya di Wikipedia

Perspektif Kuratorial: Mengharmonikan Warisan Historis dan Kebutuhan Kontemporer

Walaupun keahliannya terletak pada bidang senjata dan baju zirah dari Abad Pertengahan hingga Renaisans, Terjanian menegaskan bahwa pendekatan kuratorialnya berfokus pada kebutuhan institusi dan audiens masa kini. Ia sangat tertarik untuk memperluas koleksi dan program di bidang seni kontemporer serta modern, sejalan dengan dinamika sosial dan budaya global.

Salah satu koleksi unggulan MFA yang ia soroti adalah pedang Jepang, yang menurutnya mencerminkan keunggulan teknis dan kedalaman nilai estetika lintas budaya. Koleksi ini akan dikembangkan sebagai instrumen pendidikan lintas disiplin—menggabungkan sejarah, antropologi, seni rupa, dan studi budaya.

Museum sebagai Institusi Sipil: Membangun Ruang Publik yang Inklusif

🔗 Baca Selengkapnya di Media Terkemuka

GBH News melaporkan tentang visi baru Pierre Terjanian untuk Museum of Fine Arts Boston dan komitmennya terhadap peran museum sebagai institusi sipil yang inklusif dan kolaboratif.

🌐 Kunjungi Artikel di GBH News

Pierre Terjanian memiliki visi menjadikan MFA bukan sekadar tempat pameran, tetapi juga sebagai institusi sipil yang hidup, relevan, dan partisipatif. Ia berencana mengembangkan program edukasi berbasis kurikulum sekolah dan universitas, mengadakan kegiatan kuratorial partisipatif bersama masyarakat, serta memperluas program diskusi publik lintas disiplin.

“Sebagai direktur, tanggung jawab saya tidak terbatas pada koleksi, melainkan mencakup misi sosial museum sebagai ruang kolaboratif dan reflektif.”

Rencana implementasinya mencakup lokakarya kuratorial kolektif, tur tematik multikultural, dan panel diskusi dengan narasumber dari berbagai bidang. Strategi ini bertujuan menjadikan MFA sebagai pusat wacana budaya dan eksperimen kreatif yang terbuka bagi semua kalangan.

Epilog: Masa Depan MFA dalam Lanskap Budaya Global

Dengan pengalaman hampir tiga dekade di institusi seni ternama, penghargaan seperti Marica Vilcek Prize (2024), serta gelar Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres dari Pemerintah Prancis, Pierre Terjanian memiliki kredibilitas yang tidak diragukan.

Kepemimpinannya menampilkan sintesis ideal antara konservasi tradisional dan inovasi digital, antara narasi historis dan relevansi kontemporer. Di bawah arahannya, MFA berpotensi berevolusi menjadi model institusi seni abad ke-21 yang dinamis, reflektif, dan relevan di tengah perubahan zaman yang cepat.


Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *