Siluet seorang selir di depan tirai dan singgasana dalam nuansa historis gelap

Jejak Selir yang Dihapus dari Catatan Sejarah

Dalam catatan sejarah resmi, para raja, kaisar, dan panglima kerap menjadi tokoh utama. Namun di balik tirai kekuasaan, ada sosok-sosok perempuan yang berperan besar dalam politik, diplomasi, bahkan peperangan—selir. Mereka hadir, berpengaruh, tetapi banyak dari mereka menghilang dari buku sejarah. Inilah jejak selir yang dihapus dari catatan sejarah, sebuah praktik pembersihan sistematis oleh elit kekuasaan untuk mengontrol narasi masa lalu.

infografik jejak selir yang dihapus dari catatan sejarah
Dari Hürrem Sultan hingga perempuan dalam prasasti Majapahit—Jejak Selir yang Dihapus dari Catatan Sejarah

Di Balik Harem: Kekuatan yang Tak Diakui

Selir bukan sekadar pelengkap istana. Dalam Dinasti Ottoman, misalnya, Hürrem Sultan—selir Sultan Suleiman—mempengaruhi kebijakan luar negeri dan menunjuk pejabat strategis. Di Dinasti Ming, selir Zheng memengaruhi keputusan politik Kaisar Wanli. Di Jawa, banyak cerita lisan tentang selir raja yang melahirkan trah bangsawan baru atau justru menimbulkan konflik suksesi.

Namun, saat transisi kekuasaan terjadi, para selir ini sering menjadi ancaman bagi penguasa baru. Akibatnya, sejarah mereka “dibersihkan”. Nama mereka tak muncul di silsilah, tidak disebut dalam prasasti, dan hanya bertahan di cerita rakyat.

Pembersihan Sejarah oleh Elit Kekuasaan: Siapa yang Menulis Masa Lalu?

Pembersihan sejarah bukanlah mitos. Itu adalah strategi. Seperti penghapusan nama Akhenaten dalam catatan Mesir Kuno karena ajaran monoteismenya dianggap sesat. Atau Kaisar Qin Shi Huang yang membakar kitab dan mengubur hidup-hidup para cendekia agar narasi sejarah hanya memihak kekuasaannya.

Hal serupa terjadi pada selir. Ketika seorang raja wafat dan tahta berpindah, selir yang terlalu berpengaruh dianggap berbahaya—baik secara politik maupun simbolik. Penghapusan mereka dari sejarah adalah bentuk sensor budaya. Elit kekuasaan menentukan siapa yang layak dikenang dan siapa yang harus dilupakan.

Contoh ekstrem datang dari Dinasti Joseon di Korea, di mana selir Jang Hui-bin—yang sempat menjadi ratu—dihukum mati dan dihapus dari semua catatan istana setelah konflik politik internal. Hingga kini, kisahnya hanya tersisa dalam bentuk fiksi dan dongeng istana.

Rekonstruksi Jejak Lewat Cerita Lisan dan Artefak

Meskipun banyak selir “dihapus”, jejak mereka tak sepenuhnya hilang. Cerita lisan, puisi rakyat, arsitektur tersembunyi, dan temuan arkeologis membantu merekonstruksi keberadaan mereka. Di beberapa kuil di Jepang, nama-nama perempuan istana ditemukan di bagian altar tersembunyi. Di Tiongkok, beberapa peti mati selir ditemukan tanpa identitas—namun dengan simbol kebangsawanan.

Peneliti sejarah feminis kini giat menggali narasi-narasi alternatif: membaca surat pribadi, menelusuri arsip marginal, hingga menafsirkan ulang legenda yang selama ini direduksi. Mereka menyadari bahwa sejarah bukan hanya milik pemenang, tapi juga milik yang dibungkam.

Saat Perempuan Jadi Simbol, Bukan Subjek

Dalam banyak budaya, perempuan dalam sejarah lebih sering menjadi simbol daripada pelaku. Selir sering kali diposisikan sebagai “penggoda”, “penyebab kejatuhan”, atau “alat politik”. Ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari sistem patriarki yang mengakar dalam penulisan sejarah.

Ketika selir memiliki kecerdasan politik, seperti Nur Jahan di India atau Empress Wu di Tiongkok, narasi yang muncul justru berisi kecaman, bukan pujian. Mereka dipandang mengganggu tatanan lelaki. Maka sejarah menstigmatisasi mereka—bukan dengan fakta, tapi dengan mitos.

Mengapa Pembersihan Ini Masih Relevan Hari Ini

Sejarah yang dikontrol adalah alat propaganda. Pembersihan sejarah oleh elit kekuasaan tidak hanya terjadi di masa lalu. Saat ini pun, banyak dokumen ditutup publik, arsip dihapus secara digital, dan tokoh-tokoh tertentu dimarginalkan demi mempertahankan citra institusi.

Ini sebabnya kita perlu mengkritisi narasi tunggal sejarah. Dalam konteks modern, membongkar jejak selir yang dihapus dari catatan sejarah adalah bagian dari upaya lebih luas: mendekonstruksi siapa yang berhak menulis sejarah, dan siapa yang selama ini ditulis dalam diam.

Kutipan tentang sejarah yang sengaja dilenyapkan di atas latar manuskrip terbakar
“Sejarah bukan hanya tentang yang ditulis, tapi juga tentang yang sengaja dilenyapkan.”

Penutup: Menulis Ulang Narasi yang Diabaikan

Sejarah adalah arena kekuasaan. Dan kekuasaan selalu berusaha menyensor hal-hal yang mengganggu status quo. Jejak selir yang dihapus dari catatan sejarah menunjukkan bagaimana perempuan berpengaruh sengaja disingkirkan demi menjaga ilusi tatanan politik maskulin yang stabil.

Namun narasi itu bisa kita rebut kembali. Melalui tulisan, riset, dan keberanian bertanya, kita bisa mengungkap kisah yang dibungkam. Karena setiap nama yang dihapus adalah petunjuk akan kebenaran yang sengaja dikubur.

Kini, pertanyaannya bukan lagi siapa yang menulis sejarah. Tapi: apakah kita siap membacanya dari sisi yang selama ini diabaikan?

1 thought on “Jejak Selir yang Dihapus dari Catatan Sejarah”

  1. Pingback: Hürrem Sultan: Dari Selir ke Perempuan Paling Berpengaruh di Ottoman - Digital Dynasty

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *