Perang Enam Hari 1967: Ketika Langit Timur Tengah Terbelah oleh Api
Pembukaan: Fajar yang Membawa Petaka
Pada pagi yang sunyi tanggal 5 Juni 1967, langit Timur Tengah bergemuruh oleh deru jet tempur Israel. Dalam hitungan menit, ratusan pesawat Mesir dihancurkan di darat, dan dunia menyaksikan awal dari Perang Enam Hari 1967βkonflik militer yang berlangsung hanya enam hari, namun mengubah sejarah geopolitik kawasan untuk puluhan tahun ke depan. Tanpa deklarasi resmi, serangan mendadak ini menjadi titik balik dramatis dalam konflik Israel-Arab, menandai babak baru dalam sengketa wilayah, identitas, dan kekuasaan.

Perang ini hanya berlangsung enam hari, tetapi dampaknya bergema hingga hari ini β dari konflik Israel-Palestina yang tak kunjung usai, hingga peta politik dunia Arab yang berubah drastis. Inilah kisah tentang bagaimana Israel menghadapi enam negara Arab, dan menang dengan kecepatan yang mengejutkan dunia.
Babak I: Awan Perang yang Menggantung di Langit Timur Tengah
Ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab sudah lama membara sejak berdirinya negara Israel pada 1948. Namun, pada akhir Mei 1967, situasi memburuk drastis:
- Mesir, di bawah kepemimpinan Presiden Gamal Abdel Nasser, memerintahkan penutupan Selat Tiran, jalur vital bagi pelayaran Israel ke Laut Merah.
- Ia juga mengusir pasukan PBB dari Semenanjung Sinai dan mengerahkan 100.000 tentara ke perbatasan Israel.
- Suriah dan Yordania memperkuat aliansi militer dengan Mesir.
- Irak, Lebanon, dan Aljazair ikut menunjukkan solidaritas, mengirim pasukan dan logistik.
Pidato-pidato pembakar semangat menggema dari Kairo hingga Baghdad. Rakyat Arab bersatu dalam mimpi: “menghapus Israel dari peta.”
Israel, dikelilingi oleh musuh, merasa waktunya menipis. Mereka sadar, jika tidak bertindak duluan, kehancuran tinggal menunggu waktu.

Babak II: Serangan Udara yang Mengubah Segalanya
Pukul 07.45 pagi, dimulailah Operasi Focus β serangan udara mendadak yang menargetkan 11 pangkalan udara Mesir. Tanpa disangka, radar Mesir lumpuh karena salah pengaturan dan kesalahan komunikasi internal.
Hasilnya mencengangkan:
- 286 pesawat Mesir hancur di darat.
- Israel hanya kehilangan 19 pesawat.
Dalam satu pagi, angkatan udara terbesar di dunia Arab runtuh. Tanpa perlindungan udara, Mesir menjadi sasaran empuk. Serangan berlanjut ke Yordania, Suriah, dan Irak, yang turut mengerahkan jet-jet tempur mereka.
Israel memenangkan superioritas udara total dalam waktu kurang dari satu hari.
Babak III: Darat yang Dikuasai, Wilayah yang Meluas
Setelah udara dikuasai, pertempuran darat menjadi langkah berikutnya. Israel melancarkan serangan simultan ke tiga front:
π΄ Front Selatan β Mesir
Pasukan Israel melaju cepat ke Semenanjung Sinai. Dalam tiga hari, mereka telah mencapai Terusan Suez. Pasukan Mesir yang panik melarikan diri, banyak yang tewas atau tertangkap.
π΅ Front Timur β Yordania
Yordania awalnya ragu, namun setelah menerima informasi keliru dari Mesir bahwa mereka menang, mereka menyerang Yerusalem Barat. Israel membalas. Dalam dua hari, Yerusalem Timur dan seluruh Tepi Barat berada di tangan Israel.
π£ Front Utara β Suriah
Suriah menembaki wilayah utara Israel dari Dataran Tinggi Golan. Setelah front selatan dan timur aman, Israel mengalihkan pasukan ke utara dan melancarkan serangan balik. Golan pun direbut pada hari ke-6.
Babak IV: Dunia yang Terkesiap
Dalam waktu kurang dari satu minggu, Israel menguasai wilayah tiga kali lipat lebih luas dari sebelumnya:
- Semenanjung Sinai dan Gaza Strip dari Mesir
- Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania
- Dataran Tinggi Golan dari Suriah
Dunia terkesiap. Amerika Serikat dan Uni Soviet β dua kekuatan besar β segera menyerukan gencatan senjata. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 242, menyerukan Israel untuk mundur dari wilayah yang diduduki dan menyerukan βperdamaian yang adil dan langgeng.β
Namun hingga kini, interpretasi resolusi itu masih diperdebatkan.
Babak V: Trauma, Perlawanan, dan Awal Baru
Meski menang, kemenangan Israel juga membuka babak baru yang jauh lebih kompleks:
- Wilayah Palestina (Tepi Barat dan Gaza) berada di bawah pendudukan. Ini memicu lahirnya gerakan perlawanan seperti PLO (Palestine Liberation Organization).
- Di pihak Arab, kekalahan menyakitkan menimbulkan frustrasi nasional. Gerakan radikal dan revolusi meningkat.
- Nasionalisme Arab yang dipimpin Nasser mulai kehilangan daya tarik.
- Israel merasa tak terkalahkan, namun juga kini menghadapi dilema moral dan politik atas wilayah yang didudukinya.
Refleksi: Apakah Ini Perang yang Dapat Dihindari?
Sejarah sering kali ditulis oleh pemenang. Namun di balik kemenangan Israel, ada ribuan nyawa yang melayang, ratusan ribu pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal, dan benih konflik berkepanjangan yang ditanam di tanah yang masih berdarah.

Pertanyaannya:
Jika Nasser tidak menutup Selat Tiran, jika komunikasi Arab lebih solid, jika PBB bertahan di Sinai β mungkinkah perang ini tidak pernah terjadi?
Tidak ada yang tahu pasti. Tapi yang jelas, Perang Enam Hari bukan sekadar perang cepat. Ia adalah titik belok sejarah, awal dari konflik yang masih belum menemukan akhirnya.
Baca lebih dalam analisis konflik Timur Tengah lainnya, kunjungi:
π DigitalDynasty.fun β Sejarah yang Menghidupkan Pemahaman Modern
Bagikan artikel ini jika menurut Anda, sejarah bukan sekadar cerita lama, tapi pelajaran yang belum selesai ditulis.