Mary Anning: Penemu Fosil Dinosaurus yang Dilupakan Sejarah
Di sebuah pantai berbatu Lyme Regis, Inggris, seorang gadis kecil berjalan menyusuri tebing curam dengan mata tajam menelusuri tanah. Ia bukan sekadar mencari kerang atau batu indah, tapi sesuatu yang lebih purba—jejak kehidupan jutaan tahun silam. Dialah Mary Anning, sosok luar biasa yang kelak diakui sebagai salah satu penemu fosil pertama di dunia, namun lama terpinggirkan dari sejarah dinosaurus resmi. Kisah hidupnya adalah potret perjuangan seorang perempuan dalam sains, yang bekerja dalam bayang-bayang sistem patriarki dan ketimpangan sosial.
📍 Lahir dari Kelas Pekerja, Menantang Dunia Ilmu
Mary Anning lahir pada 21 Mei 1799, di sebuah kota pesisir kecil di Dorset, Inggris. Ayahnya adalah pembuat dan penjual kabinet kayu, yang juga suka mengumpulkan fosil di tebing jurang Jurassic Coast. Sejak kecil, Mary sudah diajak ikut berburu “curiosities”—nama sebutan lokal untuk fosil pada masa itu.
Tragedi menimpa keluarga Anning saat ayahnya meninggal ketika Mary baru berusia 11 tahun, meninggalkan keluarga dalam kemiskinan. Namun, Mary dan ibunya tetap melanjutkan pencarian fosil sebagai sumber penghidupan. Ia bukan sekadar mengumpulkan batu unik, tapi mulai mengidentifikasi struktur, bentuk, dan jenisnya. Tanpa pendidikan formal, ia belajar membaca literatur ilmiah sendiri dan mulai memahami makna besar dari temuannya.
🔗 Baca Juga:
Baca juga: Jenius Muda di Balik Scale AI🦴 Penemuan Besar: Ichthyosaurus dan Plesiosaurus
Pada tahun 1811, saat Mary masih remaja, ia dan kakaknya Joseph menemukan tulang-tulang besar yang ternyata merupakan kerangka lengkap Ichthyosaurus—reptil laut prasejarah sepanjang lebih dari 5 meter. Ini adalah salah satu fosil vertebrata laut pertama yang ditemukan secara utuh di dunia.
Tak berhenti di situ, pada 1823 Mary kembali membuat heboh dunia ilmiah dengan menemukan fosil lengkap Plesiosaurus, makhluk dengan leher panjang yang misterius. Bahkan Georges Cuvier, ilmuwan besar Prancis dan bapak paleontologi modern, sempat meragukan keasliannya. Namun setelah diteliti ulang, temuannya dikukuhkan sebagai sah dan luar biasa.
Mary juga menemukan fosil pterosaurus (reptil terbang) dan ammonite, serta jejak fosil kotoran purba (coprolite) yang kemudian membantu para ilmuwan memahami pola makan makhluk prasejarah.

🧬 Membentuk Dasar Paleontologi, Tapi Tak Diakui
Penemuan-penemuan Mary Anning datang di masa ketika dunia masih percaya bumi berumur 6.000 tahun, seperti narasi kitab suci. Fosil-fosil yang ia temukan membantu membuka mata ilmuwan bahwa bumi jauh lebih tua dan kehidupan pernah mengalami perubahan besar—membuka jalan bagi teori evolusi yang kelak dikembangkan oleh Charles Darwin.
Namun, meski kontribusinya amat besar dalam membentuk fondasi sejarah dinosaurus, Mary jarang mendapatkan kredit. Banyak peneliti pria mengambil tulisannya, menerbitkan dalam jurnal akademik tanpa mencantumkan namanya. Sebab utama? Ia perempuan, miskin, dan tidak memiliki gelar akademik.
👩🔬 Perempuan dalam Sains: Terpinggirkan Tapi Tak Tergantikan
Mary Anning adalah contoh nyata bagaimana perempuan dalam sains kerap diabaikan dalam narasi besar ilmu pengetahuan. Ia hidup di era ketika wanita tidak boleh menjadi anggota Royal Society atau menerbitkan karya ilmiah. Padahal Mary, dengan keterampilan analisisnya yang tajam, secara tidak langsung membimbing banyak geolog dan naturalis pria terkemuka saat itu.
Ia bahkan menyusun katalog fosil, memahami stratigrafi batuan, dan mengklasifikasi spesies, jauh sebelum istilah “paleontologi” populer. Ironisnya, ia harus menjual fosil-fosil temuannya kepada kolektor dan ilmuwan kaya hanya untuk bertahan hidup, sementara mereka menerima ketenaran.
🏛️ Pengakuan yang Datang Terlambat
Mary Anning meninggal dunia karena kanker payudara pada tahun 1847, di usia 47 tahun. Tak banyak penghargaan diberikan semasa hidupnya, kecuali dukungan moral dari beberapa ilmuwan progresif seperti Henry De la Beche dan Charles Lyell.
Namun di abad ke-21, namanya mulai diangkat kembali. Pada tahun 2010, Royal Society menempatkannya dalam daftar “10 ilmuwan perempuan Inggris paling berpengaruh sepanjang sejarah”. Pada 2022, sebuah patung Mary Anning akhirnya didirikan di Lyme Regis, hasil kampanye dari sekelompok anak muda yang menuntut keadilan sejarah.

Google juga memberikan penghormatan dengan membuat Google Doodle spesial untuk Mary Anning pada ulang tahunnya yang ke-215.
🌍 Relevansi Mary Anning di Zaman Modern
Kisah Mary Anning bukan hanya tentang penemuan fosil, tapi juga tentang siapa yang dianggap layak dicatat dalam sejarah. Ia menjadi simbol perjuangan melawan pengucilan ilmiah berdasarkan gender dan kelas. Hari ini, banyak sekolah, museum, dan organisasi ilmiah menjadikan Mary sebagai ikon inspirasi untuk anak-anak—terutama perempuan—yang bermimpi menjadi ilmuwan.
Mary mengajarkan bahwa keingintahuan, ketekunan, dan kecintaan pada pengetahuan dapat menembus batas-batas yang dibuat oleh manusia. Di era modern, ketika sains terus berkembang, kita semakin menyadari pentingnya merangkul semua suara dalam membentuk peradaban.
✨ Penutup: Warisan yang Tidak Lagi Terpendam
Mary Anning pernah berkata,
“Dunia tahu sedikit tentang fosil, tapi saya tahu banyak. Saya hanya tidak diizinkan untuk mengatakannya.”
Kini dunia mulai mendengarkan. Dari tebing Jurassic Coast hingga museum-museum besar, nama Mary Anning mulai bersinar kembali—bukan sebagai catatan kaki dalam sejarah, tapi sebagai tokoh utama. Ia bukan hanya penemu fosil pertama yang diakui, tapi juga pahlawan sains yang tak gentar meski dibungkam.
Bagikan kisah Mary Anning ini untuk menyuarakan keadilan bagi semua perempuan dan ilmuwan muda yang bermimpi besar.
🔗 Temukan lebih banyak kisah inspiratif di DigitalDynasty.fun